KAWASAN Menara Karst Rammang-rammang terletak di Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Kawasan ini mudah diakses karena didukung infrastruktur jalan yang cukup baik. Kawasan dengan bentang alam yang sangat eksotis ini memiliki nilai geologi dan arkeologi yang sangat tinggi.
Kawasan Menara Karst Rammang-rammang menyimpan banyak bukti sejarah fenomena geologi, khususnya fenomena pergerakan lempeng bumi yang memiliki andil dalam pembentukan Pulau Sulawesi. Banyak peneliti geologi dan arkeologi baik nasional dan internasional yang meneliti di kawasan karst ini.
Berdasarkan penuturan aktivis geowisata Dr Budi Brahmantyo yang juga dosen Geowisata, Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung bahwa 'diperkirakan sekitar 60 juta tahun lalu Kawasan Menara Karst Rammang-rammang merupakan dasar lautan, namun pada Zaman Tersier, Kala Eosen hingga Miosen (±40 juta tahun yang lalu) terjadi pengangkatan dasar lautan menjadi daratan. Selain itu, di Kawasan Menara Karst Rammang-Rammang terdapat bukti kehidupan manusia Purba berupa lukisan-lukisan pada dinding goa hingga penemuan sampah dapur manusia purba'.
Keeksotikan Kawasan Menara Karst Maros-Pangkep semakin lengkap dengan adanya aliran Sungai Pute yang diapit oleh hamparan sawah, rumpun nipah, rumah-rumah panggung milik penduduk, menara karst, taman batu, gua karst, jembatan karst dan yang paling menakjubkan adalah pada ujung sungai ini terdapat Kampung Berua yang dibentengi oleh gugusan menara karst.
Sungai Pute menyajikan keindahan lanskap bagai jejeran etalase keragaman perpaduan geodiversity, biodiversity dan cultural diversity yang tak ada tandingannya. Menurut beberapa ahli, kawasan dengan perpaduan menara karst dan sungai seperti ini sangat jarang ditemui, hanya ada di Yangzhou Cina dan di Maros, Indonesia. Oleh karena itu patutlah Kawasan Menara Karst Rammang-rammang ini dinilai sebagai kawasan karst kelas dunia.
Sungai Pute merupakan salah satu fasilitas yang disediakan alam untuk menikmati Kawasan Menara Karst Rammang-rammang. Pada hilir Sungai Pute terdapat dermaga perahu yang umumnya adalah milik pribadi masyarakat Kampung Berua, karena perahu adalah transportasi utama untuk mencapai kampung tersebut.
Dari dermaga ini penyusuran dimulai dengan sambutan dari singkapan karst yang muncul dari dalam air dan tersebar di badan sungai, kemudian terlihat taman batu yang muncul dari dalam rawa dan dihiasi dengan rimbunnya pohon nipah, tak beberapa lama di sisi kanan terlihat pinacle karst yang berdiri kokoh di tengah pohon nipah, masyarakat menyebutnya Bulu’ Cere’ karena bentuknya seperti ceret.
Setelah itu perahu akan masuk ke dalam terowongan kecil (karst bridge atau arc karst) dan saat keluar dari terowongan tersebut terdapat suatu kejutan ruang karena dari terowongan yang kecil tiba-tiba disuguhkan ruang yang sangat luas dengan dinding menara karst yang menjulang tinggi di sisi kiri dan rumpun nipah di kedua sisi Sungai Pute.
Tak lama kemudian akan jelas terlihat pada sisi kanan sungai menara karst Bulu’ Barakka yang dipercaya warga dapat mendatangkan berkat. Di menara karst ini terdapat goa purbakala yang memiliki lukisan manusia purba. Selanjutnya terdapat jembatan kayu yang merupakan dermaga untuk mengakses menuju ke Taman Batu, Telaga Panrenyaong dan Goa Karama’.
Selanjutnya dari kejauhan akan terlihat Goa Kelelawar, saat sekitar jam 6 sore akan terlihat fenomena yang sangat menarik, yakni jutaan kelelawar akan keluar dari goa ini dan memenuhi langit kawasan karst. Selain itu terdapat Telaga Bidadari di sisi kanan sungai yang jaraknya sekitar 2 kilo meter dengan track yang cukup menantang.
Tak berhenti sampai di situ, sisi kiri dan kanan sungai yang mulai menyempit kemudian akan diapit oleh ceruk karst yang sangat menakjubkan karena berbentuk seperti tangga, cerukan ini terbentuk dari proses pengikisan oleh air dalam kurun waktu yang sangat lama. Cerukan karst ini berada di hulu sungai pute dan merupakan dermaga akhir penelusuran sungai.Saat turun dari perahu mata langsung dimanjakan oleh pemandangan lanskap Kampung Berua yang menawan. --bagian pertama dari dua tulisan, bersambung.
*Penulis: Ira Prayuni R.A, ST. Mahasiswa Magister Arsitektur Lanskap Institut Teknologi Bandung*
0 komentar:
Posting Komentar