“Hutan Batu” Karst Maros Perlu Dilestarikan

Senin, 15 September 2014 0 komentar

Mungkin bagaimana indahnya pemandangan hutan tropis di Indonesia sudah banyak yang tahu. Namun pasti tidak banyak yang tahu dan menyadari bahwa Indonesia juga mempunyai “hutan batu” yang sangat indah dan mungkin satu-satunya di Indonesia.


Hutan batu ini adalah salah satu bagian dari kekayaan kawasan karst Maros-Pangkep yang merupakan hasil dari proses pelarutan batu gamping atau disebut juga “residual karst”. Hutan batu ini sangat mudah ditemukan di sekitar persawahan di Kabupaten Maros dan Pangkep. Salah satu “taman alam” yang paling mudah dicapai adalah yang terdapat di Desa Salenrang Dusun Rammang-Rammang.

Dari kejauhan, hutan batu ini menyerupai taman dengan berbagai macam pepohonan dari pandan sampai palem. Beberapa bentukan khas dari proses pelarutan gamping juga menimbulkan pemandangan yang sangat indah. Hutan batu ini tidak hanya ditemukan di Desa Salenrang namun juga dapat ditemukan disekitar Desa Leang-leang dan Desa Soreang.

Selain mempunyai pemandangan yang indah, hutan batu ini juga berfungsi sebagai sumber mata air bagi masyarakat di sekitarnya terutama pada musim kemarau. Masyarakat sekitar sangat bergantung dengan sumber air yang letaknya di tengah-tengah hutan batu dengan menyusuri lorong-lorong sempit dan berkelok-kelok.

Meskipun airnya sedikit payau karena berdekatan dengan pantai, namun masyarakat biasa mempergunakan untuk mandi, cuci dan bahkan untuk keperluan minum dan memasak. Di dalam hutan batu tersebut terdapat sedikitnya lima sumber air yang biasa digunakan oleh masyarakat sekitar.

Selain sebagai sumber air, beberapa rumah penduduk juga dibangun di sela-sela bebatuan yang menimbulkan kesan tersendiri. Sepertinya masyarakat di sana sudah tidak perlu repot untuk membuat taman seperti yang banyak dilakukan oleh masyarakat di kota besar. Tuhan telah memberikan taman alam yang begitu indah di sekeliling mereka tanpa mereka mengeluarkan biaya sepeserpun.

Hutan batu di Desa Salenrang masih mempunyai harapan di masa yang akan datang. Karena masyarakat sekitar masih sangat tergantung dengan sumber air yang terdapat di tengah-tengah hutan batu. Namun sebaliknya, hutan batu dengan tegakan-tegakan yang indah di Desa Leang-leang mengalami nasib yang memprihatinkan.

Beberapa tegakan yang dulu indah sekarang mengalami “illegal loging” yang banyak dilakukan oleh masyarakat sekitar untuk kepentingan ekonomi sesaat. Beberapa tegakan konon dipotong untuk dijadikan bahan bangunan, pengerasan jalan dan sekaligus membuat lahan untuk kandang ayam yang saat ini masih sangat menjamur di kabupaten Maros.

Beberapa tegakan yang indah telah berubah menjadi bahan untuk pengerasan jalan atau sebagai pondasi bangunan. Kondisi ini semakin memprihatinkan ketika aparat pemerintah khususnya dari pihak desa tidak menyadari adanya asset yang luar biasa dari tegakan hutan batu tersebut.

Seandainya pemerintah setempat dari tingkat desa sampai kabupaten bahkan propinsi menyadari akan potensi yang ada di sekitar mereka, pasti tegakan hutan batu tersebut akan tetap lestari dan dapat dinikmati sebagai obyek wisata tersendiri.

Mengingat letaknya yang strategis di poros makassar-tana toraja, hutan batu ini dapat dijadikan tempat tujuan wisata yang potensial dimana beberapa agen wisata menyempatkan untuk melihat kekayaan lain dari wisata alam Sulawesi Selatan. 

*oleh Cahyo Rahmadi dan Hari Nugroho, Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI dari biotagua.org*

Karst Maros, Secuil Surga Jatuh ke Bumi

Minggu, 03 November 2013 0 komentar

GUGUSAN Karst Maros ibarat secuil surga yang terjatuh ke bumi. Di sudut lain, di sebuah lembah dengan hamparan sawah yang sedang ditanam, nampak bukit karst khas "tower karst" mengelilingi lembah.


Dari depan salah satu gua prasejarah, Leang Kapao nampak hamparan persawahan yang sangat indah. Keindahan yang saat ini mulai sulit ditemukan karena manusia telah banyak merubah alam ini dengan semena-mena.

Bagi warga setempat, mereka ibarat sudah dikirimi secuil surga di sekelilingnya. Sementara, di kota-kota besar orang-orang menghabiskan uang puluhan juta untuk membuat secuil "surga" yang sama dengan membuat taman di rumahnya.

Ini kelebihan bagi banyak orang di Maros, mereka tak perlu membeli batu untuk membuat taman di rumahnya, alam sudah memberi tanpa harus membayar dengan uang jutaan. Alam telah membentuk dan mengukir batu-batu itu selama puluhan juta tahun. Ini sebenarnya sebuah anugerah yang tidak semua orang Indonesia bisa nikmati.

[sumber: biotagua.org]

Kumbang Gua dari Karst Maros

Kamis, 18 Juli 2013 0 komentar

SELAMA beberapa dekade, penelitian biologi gua di Maros telah menambah daftar panjang kekayaan biodiversitas di Indonesia khususnya biodiversitas gua. Sejak tahun 80-an, ekspedisi para caver dan peneliti Perancis di kawasan ini telah berkontribusi banyak pada pengungkapan kekayaan biodiversitas di kawasan eksotik ini.


LIPI dimulai tahun 2001, telah berkolaborasi dengan berbagai peneliti dari luar negeri juga telah secara terus menerus melakukan kegiatan penelitian di kawasan ini. Salah satu kekayaan yang menarik dan belum banyak dilirik adalah temuan beberapa jenis kumbang khas gua yang menghuni kegelapan gua-gua di Maros.

Hanya di Maros
Padah tahun 1990, Thiery Deuve melaporkan satu jenis baru yaitu Mateuius troglobioticus Deuve 1990 yang merupakan jenis kumbang daratan yang ditemukan di beberapa gua di daerah Maros. Kumbang ini ditemukan di gua-gua di sekitar Bantimurung.

Jenis ini merupakan marga baru Mateuius yang merupakan nama yang diberikan untuk seorang penelilti Dr. Mateu yang ada di Amerika. Namun pada tahun yang sama Thiery Deuve merubah nama marga baru tersebut menjadi Mateuellus. Sehingga sejak saat itu nama jenis kumbang tersebut adalah Mateuellus troglobioticus.

Kemudian, ketika ekspedisi kerjasama MNHN Paris, NHM London, IMEDEA Spanyol dan MZB, Indonesia ditemukan beberapa koleksi baru kumbang di beberapa gua.

Pada tahun 2010, Deuve kembali mempublikasikan artikel pendek tentang deskripi tentang temuan anak jenis baru yakni Mateuellus troglobioticus faillei Deuve, 2010 yang merupakan anak jenis yang berbeda dari jenis yang di kenal di kawasan Bantimurung.

Anak jenis ini diyakini dari populasi berbeda karena ditemukan di gua yang jauh dari Bantimurung yakni di daerah Menge, sekitar Gunung Bulusaraung. Anak jenis ini sendiri didedikasikan untuk kolektor kumbang ini yakni Arnaud Faille salah satu ahli kumbang yang saat ini sedang menempuh PostDoc di Munich, Jerman.

Kumbang Air
Pada tahun 1996, Spangler seorang peneliti Smithsonian Institution Washingthon mempublikasikan temuan marga dan jenis baru kumbang air dari Maros. Kumbang ini masuk dalam kelompok Coleoptera dari famili Noteridae.

Dalam jurnal Insecta Mundi Vol. 10 (1-4), Spangler mengusulkan marga baru untuk kumbang dari Maros ini dengan nama Speonoterus. Asal kata nama tersebut sendiri diambil dari bahasa Yunanai “Speos” yang artinya gua dan “noterus” yang merupakan nama marga yang menjadi acuan dari famili “Noteridae”. Secara umum, nama ini berarti marga dan jenis dari famili Noteridae yang menghuni gua.

Sebagai dasar penamaan marga tersebut, ditentukan jenis tipe yang dipakai sebagai dasar dari genus Speonoterus, jenis tersebut dikenal sebagai Speonoterus bedosae Spangler 1996.

Jenis tersebut merupakan jenis yand didedikasikan untuk Dr. Anne Bedos yang merupakan salah satu kolektor kumbang gua tersebut ketika melakukan perjalanan ke daerah Mallawa pada tahun 1985. Dari salah satu gua di Mallawa tersebut beliau mengkoleksi beberapa ekor jenis tersebut.

Kumbang ini hidup di gua yang hanya memiliki panjang sekitar 50 m, dengan beberpa kolam air di dalamnya namun tidak ada aliran air. Pada saat itu, teramati sekitar 12 kumbang yang sedang merayap di dasar genangan air sekitar 30 meter dari mulut gua. Dilaporkan juga, jenis ini teramati tidak pernah berenang (Spangler 1996).

Kumbang Khas
Setelah temuan beberapa jenis tersebut, pada tahun 2001, Deuve juga mempublikasikan jenis baru yaitu Eustra saripaensis yang merupakan salah satu jenis kumbang yang hanya ditemukan di satu gua yaitu Gua Saripa. Karena hanya ditemukan di satu gua, jenis ini diberi nama sesuai dengan nama gua tersebut yakni “saripaensis”.

Kumbang berukuran kecil ini mempunyai jumlah yang sangat sedikit. dalam setiap temuan biasanya hanya teramati satu individu. Mereka hidup di tempat yang khas yakni lorong gua yang mempunyai bahan organik yang tersebar seperti di kayu lapuk atau bambu lapuk.

Ancaman
Keberadaan kumbang-kumbang ini tentu saja tidak lepas dari berbagai ancaman. Salah satu ancaman yang cukup nyata di gua-gua di daerah Maros adalah kegiatan penelusuran gua yang kurang ramah seperti perilaku membuang sampah plastik atau sisa karbid di dalam gua.

Gua Saripa, sebagai satu-satunya habitat kumbang Eustra saripaensis merupakan salah satu gua yang sering dikunjungi berbagai kalangan untuk kegiatan penelusuran gua. Gua yang mempunyai kekayaan dan keunikan biodiversitas ini terletak di lokasi yang sangat mudah di capai dan mudah dikunjungi dan terletak di luar kawasan taman nasional sehingga upaya perlindungan terhadapa keberadaan kumbang-kumbang ini sangat minim.

Sedangkan jenis lain, karena ditemukan di beberapa gua masih mempunyai harapan dan mempunyai tingkat ancaman yang lebih rendah dan sangat berbeda dengan kondisi Gua Saripa. Sehingga, diperlukan kesadaran dan upaya nyata khususnya dari para penelusur gua untuk lebih ramah dan memperhatikan etika penelusuran gua yang menjadi pegangan para penelusur gua.

Dengan tidak membuang sampah plastik atau sisa karbid sembarangan di dalam gua, setidaknya telah berkontribusi menjaga keseimbangan ekosistesm di dalam gua, selain itu melakukan penelusuran dengan ramah tidak merusak dan mengotori lingkungan gua juga upaya konkrit untuk menuju pelestarian.

[sumber: biotagua.org]

Menata Rammang-rammang untuk Global Geoparks Network

Minggu, 21 April 2013 0 komentar

HAMPARAN sawah Kampung Berua yang sangat luas yang dikelilingi oleh menara karst yang tinggi menjulang antara lain; Bulu’ Ulu Jeknek, Bulu’ Padang Ma’lu’lu’, Bulu’ Sakkeang, dan Bulu’ Ammarung. Hal menarik lainnya adalah Kampung Berua merupakan lembah gema yang memantulkan suara dengan baik. Jika beruntung kita dapat melihat sekawanan monyet endemik Sulawesi berkeliaran di sekitar desa.


Ketika menyusuri sungai pada malam hari, sisi kiri dan kanan sungai akan dihiasi kunang- kunang. Masyarakat tidak khawatir melintas di sungai pada malam hari karena walaupun tidak ada listrik, sungai ini diterangi oleh kunang- kunang dan masyarakat tidak melihat ke depan melainkan ke atas, mereka memanfaatkan langit dan daun-daun nipah yang membentuk jalur sebagai navigasinya.

Kampung Berua memiliki beberapa peninggalan manusia purba, antara lain Gua Passaung yakni tempat ditemukan lukisan purba, dan situs prasejarah susunan batu yang diprediksi sebagai benteng pertahanan. Kampung ini masih terdapat banyak hal yang belum terungkap asal-usulnya dan membutuhkan penelitian lebih dalam.

Sebagai Kawasan Menara Karst yang memiliki nilai geodiversity, biodiversity dan cultural diversity yang luar biasa, tak serta merta menjauhkannya dari ancaman pertambangan. Desakan ekonomi dan kurangnya kesadaran masyarakat akan potensi lain dari karst menyebabkan maraknya penambangan yang dilakukan oleh warga. Warga biasanya melakukan penambangan dengan membakar batu gamping tersebut, kemudian mulai untuk memecahnya hingga berkeping- keping.

Masyarakat tidak dapat disalahkan begitu saja, karena umumnya masyarakat yang hidup di kawasan karst berada dalam garis kemiskinan serta hanya bergantung pada sawah dan ternak mereka. Kemiskinan adalah masalah klasik yang selalu dihadapi masyarakat kawasan karst, miris memang melihat kondisi kehidupan masyarakat yang sangat bertolak belakang dengan kondisi alamnya yang luar biasa kaya. Masyarakat perlu diberi solusi bagaimana memanfaatkan alam sekaligus membantu upaya konservasi geologi.

Konservasi Geologi adalah suatu upaya untuk mengelolah, menjaga, melindungi, dan melestarikan kawasan yang memilikikelangkaan fenomena geologi. Geowisata merupakan suatu solusi masalah yang dihadapi Kawasan Menara Karst Rammang-rammang karena merupakan suatu kegiatan konservasi geologi melalui wisata.

Semua elemen alam dan karakter geografis bekerja sama secara sinergis untuk menciptakan pengalaman wisata; melibatkan masyarakat; bisnis lokal dan kelompok-kelompok masyarakat bergabung untuk memberikan pengalaman yang berkesan dan berbeda bagi wisatawan; memberikan manfaat ekonomis bagi penduduk, karena mempekerjakan pekerja lokal, menggunakan layanan, produk, dan sumber daya alam di sekitarnya (Newsome dan Dowling, 2010).

Penerapan prinsip geowisata dapat dimulai dari hal yang sangat dasar, yakni partisipasi penduduk terhadap penyediaan pelayanan serta fasilitas yang mendukung kegiatan wisata.  Pelayanan dan fasilitas dapat berupa jasa pemandu wisata, menyediakan tempat beristirahat, dan kamar mandi bagi wisatawan. Namun perlu disadari kembali bahwa geowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan konservasi, sehingga jumlah pengunjung dan intervensi terhadap lahan haruslah dibatasi untuk mencegah kerusakan akibat kegiatan wisata itu sendiri.

Geowisata tidak memerlukan fasilitas yang mewah, tetapi fasilitas yang kontekstual dengan alamnya, menggunakan material alami dan ramah lingkungan. Ketika intervensi dan rekayasa berlebihan dilakukan, yang terjadi bukannya meningkatkan nilai suatu objek geowisata akan tetapi malah menurunkan nilai objek geowisata itu sendiri.

Para pemegang kewengangan perlu memiliki ilmu geowisata yang baik serta menyadari prinsip pengembangan wisata yang cerdas sehingga dalam pengembangannya tidak akan menjadi bumerang. Kurangnya dasar ilmu serta analisis yangmendalam membuat perencanaan wisata alam malah merusak alam itu sendiri, apalagi yang dihadapi sekarang adalah salah satu objekgeoheritage yang luar biasa.

Diperlukan kerjasama yang baik antara berbagai disiplin ilmu, disini peran arsitektur lanskap sangat dibutuhkan untuk mengkoordinasi dan menyatukan semua disiplin ilmu yang terlibat nantinya. Kegiatan perencanaan, perancangan, pelaksanaan hinga pengelolahan perlu memiliki konsep terpadu dan berkelanjutan.

Dengan penerapan geowisata yang tepat pada Kawasan Menara Karst Rammang-rammang diharapkan dapat membantu upaya pelestarian alam (fungsi konservasi), meningkatkan ekonomi masyarakat (fungsi ekonomi) sekaligus turut andil dalam perkembangan ilmu pengetahuan (fungsi edukasi).

Ketika kawasan ini berkembang sesuai prinsip geowisata maka bukan hal yang mustahil jika Kawasan Menara Karst Rammang-rammang memenuhi kriteria UNESCO dan diajukan untuk masuk dalam Global Geoparks Network (GGN). --bagian kedua dari dua tulisan, habis.

*Penulis: Ira Prayuni R.A, ST. Mahasiswa Magister Arsitektur Lanskap 
Institut Teknologi Bandung*

Potensi Geowisata Kawasan Menara Karts Rammang-rammang Maros

Sabtu, 20 April 2013 0 komentar

KAWASAN Menara Karst Rammang-rammang terletak di Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Kawasan ini mudah diakses karena didukung infrastruktur jalan yang cukup baik. Kawasan dengan bentang alam yang sangat eksotis ini memiliki nilai geologi dan arkeologi yang sangat tinggi.


Kawasan Menara Karst Rammang-rammang menyimpan banyak bukti sejarah fenomena geologi, khususnya fenomena pergerakan lempeng bumi yang memiliki andil dalam pembentukan Pulau Sulawesi. Banyak peneliti geologi dan arkeologi baik nasional dan internasional yang meneliti di kawasan karst ini.

Berdasarkan penuturan aktivis geowisata Dr Budi Brahmantyo yang juga dosen Geowisata, Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung bahwa 'diperkirakan sekitar 60 juta tahun lalu Kawasan Menara Karst Rammang-rammang merupakan dasar lautan, namun pada Zaman Tersier, Kala Eosen hingga Miosen (±40 juta tahun yang lalu) terjadi pengangkatan dasar lautan menjadi daratan. Selain itu, di Kawasan Menara Karst Rammang-Rammang terdapat bukti kehidupan manusia Purba berupa lukisan-lukisan pada dinding goa hingga penemuan sampah dapur manusia purba'.

Keeksotikan Kawasan Menara Karst Maros-Pangkep semakin lengkap dengan adanya aliran Sungai Pute yang diapit oleh hamparan sawah, rumpun nipah, rumah-rumah panggung milik penduduk, menara karst, taman batu, gua karst, jembatan karst dan yang paling menakjubkan adalah pada ujung sungai ini terdapat Kampung Berua yang dibentengi oleh gugusan menara karst.

Sungai Pute menyajikan keindahan lanskap bagai jejeran etalase keragaman perpaduan geodiversity, biodiversity dan cultural diversity yang tak ada tandingannya. Menurut beberapa ahli, kawasan dengan perpaduan menara karst dan sungai seperti ini sangat jarang ditemui, hanya ada di Yangzhou Cina dan di Maros, Indonesia. Oleh karena itu patutlah Kawasan Menara Karst Rammang-rammang ini dinilai sebagai kawasan karst kelas dunia.

Sungai Pute merupakan salah satu fasilitas yang disediakan alam untuk menikmati Kawasan Menara Karst Rammang-rammang. Pada hilir Sungai Pute terdapat dermaga perahu yang umumnya adalah milik pribadi masyarakat Kampung Berua, karena perahu adalah transportasi utama untuk mencapai kampung tersebut.

Dari dermaga ini penyusuran dimulai dengan sambutan dari singkapan karst yang muncul dari dalam air dan tersebar di badan sungai, kemudian terlihat taman batu yang muncul dari dalam rawa dan dihiasi dengan rimbunnya pohon nipah, tak beberapa lama di sisi kanan terlihat pinacle karst yang berdiri kokoh di tengah pohon nipah, masyarakat menyebutnya Bulu’ Cere’ karena bentuknya seperti ceret.


Setelah itu perahu akan masuk ke dalam terowongan kecil (karst bridge atau arc karst) dan saat keluar dari terowongan tersebut terdapat suatu kejutan ruang karena dari terowongan yang kecil tiba-tiba disuguhkan ruang yang sangat luas dengan dinding menara karst yang menjulang tinggi di sisi kiri dan rumpun nipah di kedua sisi Sungai Pute.

Tak lama kemudian akan jelas terlihat pada sisi kanan sungai menara karst Bulu’ Barakka yang dipercaya warga dapat mendatangkan berkat. Di menara karst ini terdapat goa purbakala yang memiliki lukisan manusia purba. Selanjutnya terdapat jembatan kayu yang merupakan dermaga untuk mengakses menuju ke Taman Batu, Telaga Panrenyaong dan Goa Karama’.

Selanjutnya dari kejauhan akan terlihat Goa Kelelawar, saat sekitar jam 6 sore akan terlihat fenomena yang sangat menarik, yakni jutaan kelelawar akan keluar dari goa ini dan memenuhi langit kawasan karst. Selain itu terdapat Telaga Bidadari di sisi kanan sungai yang jaraknya sekitar 2 kilo meter dengan track yang cukup menantang.

Tak berhenti sampai di situ, sisi kiri dan kanan sungai yang mulai menyempit kemudian akan diapit oleh ceruk karst yang sangat menakjubkan karena berbentuk seperti tangga, cerukan ini terbentuk dari proses pengikisan oleh air dalam kurun waktu yang sangat lama. Cerukan karst ini berada di hulu sungai pute dan merupakan dermaga akhir penelusuran sungai.Saat turun dari perahu mata langsung dimanjakan oleh pemandangan lanskap Kampung Berua yang menawan. --bagian pertama dari dua tulisan, bersambung.

*Penulis: Ira Prayuni R.A, ST. Mahasiswa Magister Arsitektur Lanskap Institut Teknologi Bandung*

Rammang-rammang Akan Diusul ke UNESCO

Kamis, 18 April 2013 0 komentar

SAAT menemani Dr Budi Bramantyo (Ketua Program Studi Teknik Geologi ITB Bandung) dan Ira Prayuni, mahasiswi Program Magister Arsitecture Landscape ITB, Minggu dan Senin (14 dan 15/4/2013) lalu, mereka berpendapat, Kawasan karts Rammang-rammang, Maros sangat layak untuk diusulkan menjadi bagian dari program Global GeoPark Network (GNN) UNESCO.

Program ini diselenggarakan UNESCO untuk memberi semacam sertifikasi atas kelayakan sebuah tempat untuk menjadi tujuan wisata dan pendidikan yang layak dikunjungi. Tempat yang telah mendapat pengakuan ini akan terpublikasi secara meluas sehingga menunjang naiknya jumlah wisatawan asing di tempat tersebut.


Proses untuk mendapat pengakuan ini menurut Pak Budi adalah suatu kawasan telah telah memiliki batas yang jelas, melibatkan masyarakat secara langsung, mulai dari perencanaan sampai proses pelaksanaan. Juga memiliki warisan Geo Heritage yang bagus serta memiliki sumbangan terhadap program konservasi.

Ibu Ira kemudian menambahkan bahwa dalam tinjauan arsitecture, apa-apa yang dibangun di tempat ini haruslah berkonsep alam, baik material maupun bentuknya.

Ibu Ira berkata; saya sedang menyusun rancangan pembangunan kawasan Rammang-rammang untuk tesis saya, mudah-mudahan setelah ini rampung dapat dijadikan rujukan untuk mengembangkan kawasan ini. Setelah puas berdikusi, kami beristirahat untuk kembali mengunjungi beberapa tempat besoknya.

Setelah menikmati sarapan pagi yang disuguhkan keluarga Dg Beta, kami kembali menyusuri Kampung Berua. Kami menaiki sebuah puncak bukit yang oleh warga setempat dinamakan Bulu' Merrung'. Di tempat ini kami menemukan nuansa Purba yang sangat kental.

Ada jejeran cadas yang tersusun teratur dan mempehatikan letak dan cara menyusunnya kemudian kami mengambil kesimpulan bahwa tempat ini dulunya merupakan Benteng yang dibuat Manusia Purba untuk melindungi teritorinya dari gangguan binatang maupun kelompok lain.

Tempat ini sangat dikeramatkan warga Berua, karena itu tempat ini masih terjaga keasliannya. Di tempat ini kami juga menemukan aliran sungai kecil yang melewati cekukan-cekukan batu, kami meyakini bahwa sungai ini juga merupakan sungai yang telah terbentuk jutaan tahun yang lalu.

Di tempat ini juga merupakan tempat yang sanagat baik untuk mengeluarkan teriakan-teriakan karena kita dapat mendengar gema suara yang terpantul dari tower-tower karst. Cukup lama kami menikmati exotisme tempat ini sebelum kembali ke homestay untuk makan siang dengan menu ikan dan sayuran segar.

Setelah pamit dan berterima kasih kepada Dg Beta, kami melakukan perjalan pulang dengan menyusuri aliran Sungai Pute hingga tiba kembali di dermaga Rammang-rammang. Sepanjang perjalanan pulang, kami masih sempat berdiskusi terutama menyangkut hal-hal yang mesti dilakukan untuk memperjuangkan kawasan ini menjadi bagian dari program GNN UNESCO.

*Syahril Boby, pelaku pariwisata Maros*

Rammang-rammang Cocok Jadi Geo Park

Selasa, 16 April 2013 0 komentar

SAYA menemani Dr Budi Bramantyo (Ketua Program Studi Teknik Geologi ITB Bandung), juga dosen mata kuliah Geo Wisata di ITB, Minggu dan Senin (14 dan 15/4/2013) lalu.

Kedatangan beliau selain untuk menyaksikan langsung keindahan karst di kawasan Rammang-rammang Maros, juga untuk menemani Ira Prayuni, mahasiswi di program Magister Arsitecture Landscape ITB yang sedang melakukan observasi lapangan sebagai bahan penyusunan tesisnya yang bertopik; 'Perancangan Geo Wisata Rammang-rammang Dengan Pendekatan Visual'.


Kami bertemu di dermaga Rammang-rammang dan memulai penelusuran di kawasan Taman Batu di Kampung Bonto Puru'. Di tempat ini kami menelusuri jalur track di antara batuan yang terpisah, pematang sawah dan empang masyarakat, sesekali mereka memberi penjelasan tentang nama ataupun istilah geologi batu yang kami saksikan.

Perjalanan kemudian kami lanjutkan memakai perahu menyusuri Sungai Pute menuju Taman Bidadari. Kami menelusuri rimbunnya semak, jalur track yang naik turun bukit untuk tiba di Taman Bidadari. Setelah beberapa saat di tempat ini, kami melanjutkan perjalan menuju Kampung Berua.

Kampung Berua adalah sebuah kampung yang terletak di tengah gugusan tower karst, tempat ini seperti sebuah benteng kokoh. Setelah beristirahat sejenak, kami kemudian berkeliling kampung untuk menyaksikan panorama alam dan memotret. Setelah puas berkeliling, kami menuju homestay milik penduduk setempat, Dg Beta.

Kami disuguhi makan malam yang luar biasa, ikan bandeng  dan sayuran segar. Setelah makan malam, kami pun berbincang di serambi rumah membahas hasil perjalan kami seharian.

Pak Budi yang telah menerbitkan buku berjudul; 'Wisata Bumi Cekungan Bandung', mulai bercerita bahwa ada beberapa tempat di Indonesia yang memiliki gugusan karst tapi karst di kawasan ini telah memberinya sesuatu yang lain, sangat spesifik dan menarik. Ia kemudian terlibat diskusi yang sangat menarik Bersama Ibu Ira.

Mereka membahas banyak hal sampai berkesimpulan bahwa tempat ini sangat layak untuk dijadikan Kawasan Wisata Geo Park. Geo wisata adalah kawasan wisata yang memanfaatkan sejumlah aspek Geologi/batuan sebagai sarana wisata. Lebih lanjut pak Budi menjelaskan bahwa kawasan ini juga sangat layak untuk diusulkan menjadi bagian dari program Global GeoPark Network (GNN) UNESCO.

*Syahril Boby, pelaku pariwisata Maros*

Rammang-rammang Idola Baru Pariwisata Maros

Minggu, 07 April 2013 0 komentar

AKHIR pekan ini membuat objek wisata dijejali masyarakat menikmati masa libur. Salah satunya adalah objek wisata sungai dan karst di Rammang-rammang, Kabupaten Maros. Kami pun mengisi akhir pekan ini dengan mendampingi tiga pengunjung dari Jakarta menyusuri keindahan kawasan ini.


Rammang-rammang terkenal dengan keindahan sungai yang berada pada sela-sela gugusan karst yang menjulang tinggi. Di sepanjang tepi sungai kita dapat menyaksikan nipah tumbuh berbaris dan berlapis.

Seorang wisatawan, Bayu dari Jakarta yang mengunjungi Rammang-rammang akhir pekan ini bercerita, dirinya sudah mendatangi kawasan karst di Pucket, Thailand, namun di Rammang-rammang dia menemukan suasana kekeluargaan yang sangat kuat dari masyarakat lokal.

"Saya disuguhi makan siang dengan lauk ikan bandeng segar yang baru ditangkapi dari empang penduduk, bahkan anak-anak saya ikut membakar ikan itu. Exotis banget," ujarnya.

Wisatawan lain, Edy juga dari Jakarta menyampaikan rasa kagum dengan panorama alam Rammang-rammang, dia tak menyangka kalau di Indonesia ternyata ada tempat seindah ini.

"Saya sudah mengunjungi kawasan karst di China dan Vietnam, tapi tempat ini tidak kalah indah. Dengan sedikit sentuhan, maka tempat ini akan menjadi salah satu daerah tujuan wisata yang ramai, dengan keindahan dan suasana alamnya yang masih terjaga akan menjadi daya tarik luar biasa bagi wisatawan.

Kulinernya juga sangat menarik, makan ikan segar dengan suasana kampung yang kental," paparnya. Selain Bayu dan Edy, wisatawan lain dari Jakarta yang berkunjung ke Rammang-rammang adalah Naomi. Dia menyempatkan diri ke Rammang-rammang setelah diajak kawannya, Thari.


"Saya tidak ke Rammang-rammang seandainya Thari tidak mengajak, ini liburan terindah saya tahun ini. Berbagai tempat telah saya kunjungi, selama berada di Makassar tapi berada di Rammang-rammang telah menyadarkan saya bahwa Indonesia memang so beautifull and amazing. Satu saat nanti saya akan kembali dan menyempatkan diri nginap di Rammang-rammang," ujarnya.

Keindahan alam dan kentalnya suasana kekeluargaan yang dimiliki oleh alam dan masyarakat Rammang-rammang merupakan perpaduan antara alam dan manusia yang telah mampu menjadi magnet kuat untuk menjadikan kawasan ini sebagai destinasi wisata yang ramai.

Saatnya dibutuhkan peran pemerintah daerah yang terukur dan jelas untuk membangun potensi pariwisata Rammang-rammang. Terutama penyediaan infrastruktur agar para wisatawan memiliki waktu tinggal lebih lama yang pada akhirnya membuat masyarakat Rammang-rammang bisa meningkatkan ekonominya melalui kegiatan pariwisata. *

--Syahril Boby, pelaku pariwisata Maros--

Karts Maros Dijuluki “Spectacular Tower Karst”

Jumat, 08 Maret 2013 0 komentar

KAWASAN karts Maros memiliki keindahan alam air terjun dan gua-gua bawah tanah yang menyimpan jejak purba, gerabah dan tulang. Sedangkan Pangkep menghadirkan kebudayaan masa kuno berupa gambar dan relief di dinding-dinding gua.


Keindahan gugusan karts yang dimiliki Kabupaten Maros, ternyata merupakan pegunungan karst terluas kedua di dunia setelah Cina. Kawasan karts  ini terletak dalam area di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Bahkan sebagian dari gugusan karts ini juga masuk dalam wilayah Desa Wisata Samangki.

Keindahan pegunungan kapur ini memang diakui banyak wisatawan dan petualang sebagai kawasan yang memesona, sehingga mendapat julukan “Spectacular Tower Karst”. Selain karts, dalam area Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang memiliki luas lebih dari 45 ribu hektoare ini juga terdapat keanekaragaman flora dan fauna yang unik dan mempesona.

Hal ini dikarenakan letaknya yang berada di peralihan antara zona Asia dengan zona Australia. Beberapa binatang yang menjadi kekhasan lokasi ini adalah kupu-kupu, kumbang, musang Sulawesi, kera hitam Sulawesi, kuskus, tarsius, dan berbagai jenis burung.

Termasuk dalam kawasan karts ini sejumlah tempat wisata dan petualangan, diantanya Bantimurung, Leang-leang, Biseang Labboro, Karaenta, Pattunuang, juga Rammang-rammang.

Jarak kawasan ini cukup dekat dengan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar di Maros, yaitu hanya berjarak 15 kilometer, akses jalan dan transportasi ke kawasan ini juga sudah baik.

[sumber: marosinfo.com]

Jaga Keragaman Hayati dan Temuan Prasejarah

Sabtu, 02 Februari 2013 0 komentar

GURU Besar Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin, Amran Ahmad, mengatakan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia perlu menetapkan Rammang-Rammang sebagai zona khusus karena fungsinya sebagai daerah penyimpan air dan menyimpan banyak temuan prasejarah.


Arachnida yang ditemukan di gua di kawasan karst Maros, Sulawesi Selatan

Langkah tersebut bertujuan membebaskan kawasan karst yang kaya akan keragaman hayati dan temuan prasejarah dari ancaman pertambangan terutama tambang marmer yang beroperasi di dekitar kawasan ini.

Dusun Rammang-Rammang terletak di Desa Salenrang, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan dan menjadi bagian kawasan karst Maros-Pangkep. Kawasan Rammang-Rammang cukup unik karena lokasinya terpisah dari rangkaian karst yang sambung-menyambung dari Kabupaten Maros hingga Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep), luasnya 43.750 hektar.

”Lokasi Rammang-Rammang terlalu dekat dengan pertambangan semen milik PT Bosowa sehingga tidak masuk kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TNBB),” ungkap Amran yang ikut menggagas pembentukan TNBB pada 2004.

Rammang-Rammang memenuhi syarat menjadi kawasan lindung khusus karena berfungsi sebagai penyimpan air dan sarat dengan temuan prasejarah. Status itu diharapkan efektif menjaga Rammang-Rammang dari ancaman pertambangan semen dan marmer. Kandungan air dimanfaatkan oleh 300 keluarga yang mayoritas hidup sebagai petani di Rammang-Rammang dan sekitarnya.

Sementara Kepala Sub Bagian Tata Usaha Balai TNBB Dedy Asriady mengatakan, dalam zonasi TNBB yang baru disahkan April 2012, Rammang-Rammang belum masuk dalam zona khusus dan zona religi, budaya, dan sejarah seluas 4.378,64 hektar.

”Fungsinya sangat penting sebagai laboratorium penelitian sejarah, ekologi, dan wisata,” ungkapnya sebagaimana dikutip dari www.timurnews.com.

 
IHSYAH | BLOGSPOTISME | CELEBESPHOTO